
Tak berapa lama lalu para peneliti telah mempublikasikan berhasil mengembangkan perangkat kecerdasan buatan yang menghasilkan teks otomatis. Software ini diklaim memiliki kinerja yang sangat baik.
Kemampuan perangkat yang menjadi obyek penelitian dan pengembangan institusi riset OpenAI ini adalah dapat mengembangkan berita, penerjemahan, melakukan review, membuat rangkuman, serta untuk beragam kepentingan menulis lainnya.
Kemampuan mesin kecerdasan buatan mendekati tulisan manusia
Dibandingkan software-software generasi terdahulunya, hasil penulisan yang dibuat oleh peranti lunak ini semakin realistis. Alasannya karena dilengkapi berbagai tolak ukur pemodelan bahasa. Para periset menyebutkan bahwa modal perangkat lunak ini disebut GPT-2.
Setelah diuji coba, GPT-2 dikatakan tak memerlukan pelatihan spesifik untuk menghasilkan tulisan bagi buku, berita, hingga Wikipedia. Hingga berita ini dilansir pihak terkait masih belum mengungkapkan detail software tersebut dan masih butuh waktu cukup lama sebelum mempublikasikan perangkat ini kepada masyarakat.
Pada tulisan di blog situs resmi OpenAi, para peneliti menyatakan kekhawatirannya akan malicious atau aplikasi berbahaya pada teknologi ini. Inilah sebabnya software kecerdasan buatan ini masih memerlukan pengembangan lebih lanjut.
Perangkat ini ditakutkan akan digunakan untuk mempublikasikan berita hoax, mengotomatisasi akun-akun fake pada social media, atau meniru orang lain di internet bila terlalu dini diluncurkan kepada publik. Dugaan tersebut berdasarkan percobaan yang pernah dilakukan.
Contohnya saat software diberikan input sebuah paragraph tentang “kelompok kuda unicorn yang berada di kawasan terpencil tidak terjamah di lembah Andes,” tak butuh waktu lama untuk program ini membuat tulisan 300 kata tentang hal itu.
Para peneliti menghimbau masyarakat luas tak hanya menerima mentah-mentah teks yang mereka peroleh dari dunia maya. Hal ini tak jauh berbeda dengan gejala deep fakes, yang juga mewajibkan pengguna internet waspada akan video palsu.
Dalam aktivitas penelitiannya, Open AI mendapatkan bantuan dana dari Microsoft, Amazon, serta Tesla kepunyaan Elon Musk.
Mewaspadai berita hoax di internet
Pengguna internet pasti sudah semakin akrab dengan hoax atau berita bohong, apalagi menjelang pilpres 2019. Contohnya di tahun 2018 kemarin masyarakat dihebohkan oleh berita pengeroyokan seorang politisi. Tak dapat disangkal bahwa ini adalah dampak dari kecanggihan teknologi serta keberadaan media social dan mesin pencari.
Sebagai netizen cerdas, inilah beberapa panduan yang bisa Anda terapkan untuk tetap rasional di tengah-tengah gempuran berita hoax.
Mengembangkan rasa penasaran
Jangan malas mengecek kebenaran berita yang Anda terima, apalagi langsung menyebarluaskannya. Inilah pentingnya rasa penasaran yang terbukti membuat pemikiran Anda terbuka sehingga tak terpaku hanya pada klaim suatu pihak saja.
Waspada judul provokatif
Untuk memancing warganet berita hoax memang kerap menggunakan judul sensasional bahkan hingga menipu dan provokatif. Isinya bisa saja diambil dari media resmi namun dengan penambahan di sana-sini sesuai kebutuhan. Jadi jangan langsung percaya pada berita-berita demikian ini.
Cek keaslian situs
Cermati tautan berita yang Anda dapatkan, apakah merupakan media berita yang asli atau blog. Tak sedikit orang yang tidak bertanggungjawab menulis berita hoax dengan link yang hampir sama dengan media berita populer.
Foto
Selain memperhatikan beritanya, cermati pula keaslian foto. Produsen berita hoax tak ragu untuk mengedit foto dan menyebarkannya ke internet untuk memprovokasi atau mendapatkan klik. Cara untuk mengecek keaslian gambar bisa lewat Google Images. Anda tinggal drag and drop foto saja untuk menyimpulkan apakah suatu foto asli atau editan.
Grup anti hoax
Dukung gerakan memberantas berita bohong dengan mengikuti grup-grup di media social. Terdapat banyak grup yang gencar mengklarivikasi berita-berita yang populer dan controversial namun ternyata hoax.
Comment here